Kala Intelektual dan Massa Terputus Hubungannya

Onghokham, sejarahwan Indonesia, menulis tentang kekosongan dinamika pergerakan anti-kolonial pada tahun 1930-1940an akibat terputusnya hubungan antara kaum intelektual dengan gerakan massa ditambah dengan pengasingan sejumlah pejuang seperti Sukarno, Hatta, dan Sjahrir. Terputusnya hubungan antara intelektual dan massa telah menjadikan periode tersebut sebagai periode yang paling tidak menarik dari segi kedalaman bentuk pergerakan dan kekayaan intelektual yang mengisi dinamikanya. Ini menarik karena saya secara pribadi seperti mengalami dan turut membaca gejala ini pada pola gerakan massa di Indonesia 15 tahun pasca reformasi. Bahkan pada gerakan mahasiswa sekalipun, keterputusan hubungan ini nampak jelas dengan sikap apatis masyarakat terhadap gerakan dan aksi jalanan yang dilakukan mahasiswa. Tesis ini masih prematur barangkali, tapi menarik untuk dikaji gejala-gejala dan persamaannya. Ada yang tertarik membahasnya bersama?

Apalah Arti Sebuah Nama

Apalah Arti Sebuah Nama

Dalam perjalanan saya Jakarta-Maroko PP. Empat kali saya ditanyai petugas imigrasi bandara internasional dan hotel tentang hal yang sama.
Petugas bandara 1:
“Who’s your first name?” saya dengan santai menjawab “Apriliana”, “… and your last name?” masih dengan santai saya menjawab “ I don’t have one”. “Really?, don’t you have a family name?” ..”No, in my culture we usually don’t have family name”..”hmm, interesting!” gumam petugas bandara itu. Memang kenapa kalau tidak punya nama keluarga ?
Petugas bandara 2:
“Who’s your first name?” (sigh) pertanyaan yang sama, “Apriliana” jawab saya, “… and your last name?”, waduuhh!! “same, Apriliana..” jawab saya sekenanya. Petugas bandara tersenyum bingung. Biarin!
Petugas hotel:
“Your passport please, …excuse me, who’s your first name??“ Gubrak!! pertanyaan yang sama dalam rentang waktu kurang dari 12 jam.. “Please, just write Apriliana Apriliana” kata temanku yang panitia acara, mencoba membantu. “My name is an effective name, right? hahaha” kata saya sambil tertawa hambar. Hiks..
Petugas bandara 3:
“Who’s your first name?” Oh tidaaakkk, ini harus dicegah! Jadi sebelum mbak petugas berkebangsaan Maroko itu bertanya lebih lanjut saya sudah nyerocos sambil tersenyum “I’ve been asked about this question for four times. I doesn’t have a family name because in my culture we usually doesn’t have it. Maybe because we are consider as ourself, not about who’s our father or mother. My name is very effective right? Only one single word-Apriliana.” Mbak petugas itu tertawa geli “wow, interesting!!, but usually women use her husband’s name, right?” Deg..”..well, usually no, not in the passport, and… I don’t have a husband yet…”pengen segera ngacir dari situ!
Pelajaran apa yang bisa diambil dari sini sodara-sodara? Demi efektivitas waktu, kalau kamu punya anak nanti jangan lupa buatlah namanya terdiri atas minimal dua suku kata. Bagi yang kadung cuma punya satu nama, kalau akan membuat passport cantumkan juga nama Bapak atau suami (jika tersedia) hehehehe…